Realitas Keberadaan Buruh Migran di Indramayu

Kabupaten Indramayu merupakan daerah pengirim TKI terbesar ke 2 di Indonesia. Berdasarkan peta daerah asal TKI yang diterbitkan oleh Dit. PTKLN (Januari 2008-Juli 2010) Kemenakertrans, TKI asal Kabupaten Indramayu berjumlah 95.581 orang setingkat di bawah Kabupaten Cirebon sebagai pengirim TKI teratas yang mengirimkan TKI sejumlah 129.717 orang.

Tenaga Kerja Indramayu yang berangkat ke luar negeri, berdasarkan data dari Dinsosnakertrans Kabupaten Indramayu untuk tahun 2010 sebanyak 2.915 orang dengan tujuan Saudi Arabia, Bahrain, Yordan, Qatar, UAE, Abu Dhabi, Oman, Syiria, Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia, Macao, Jepang dan Korea.

Ketua Komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfa Anshori, yang juga berasal dari Indramayu, mengungkapkan hal senada. Menurutnya, jumlah TKI bisa mencapai sekitar 3.000 orang per-kecamatan dari 31 kecamatan yang ada di Kabupaten Indramayu.

Banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri menjadikan devisa mengalir deras ke Indramayu. Itu mencapai 7.000 transaksi pengiriman uang per bulan yang diperkirakan mencapai Rp 1 miliar per hari. Jumlah uang yang dikirim para TKW melebihi PAD Kabupaten Indramayu dalam setahunnya.

Sayangnya, keberadaan para buruh migran khususnya buruh migran perempuan yang berjasa mengangkat perekonomian keluarga dan daerah, dilekati banyak persoalan. Para pahlawan devisa tersebut banyak mengalami permasalahan sejak dari pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan. Terbukti dengan maraknya kasus pemalsuan dokumen, ketidakjelasan prosedur pemberangkatan hingga kasus penyiksaan oleh majikan di tempat bekerja.

Salah satu bahaya yang sering mengancam buruh migran perempuan adalah perdagangan manusia atau yang juga dikenal dengan istilah trafiking (human trafficking) menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. Para buruh migran perempuan di Indramayu, tidak sedikit yang menjadi korban dari tindakan kriminal itu, dalam berbagai bentuknya: berupa pemaksaan pekerjaan tanpa persetujuan seperti pekerjaan seksual, rumah tangga atau menjadi buruh tertentu; perdagangan organ tubuh dengan paksaan atau dengan menimbulkan situasi keterpaksaan; penyekapan atau pemutusan hubungan komunikasi dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan pekerja; dan pemotongan gaji oleh piak ketiga dan atau majikan tanpa persetujuan dari pekerja.

Buruh migran perempuan asal Indramayu yang menjadi korban kasus demikian, dan terekspos oleh media massa, antara lain Et, 24, warga Kelurahan Paoman, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Seperti diberitakan Pos Kota, Rabu (28/7/2011), Et kini sakit-sakitan bahkan lumpuh terbaring di RSUD Indramayu. PRT itu diduga disiksa berat dan korban budak seks saat bekerja di rumah majikan di Johor, Malaysia.

Korban lain adalah Juriah, 30, warga Blok Kandang Macan Desa Rambatan Kulon Kecamatan Lohbener juga jadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia saat kerja di Arab Saudi. Korban berikutnya, Sariah, 39, TKW Indramayu yang bekerja di Kuwait. Ia tewas setelah diperlakukan kasar majikan hingga sakit-sakitan dan meninggal dunia.

Sementara itu, juga ada Surti Binti Warjan (29) TKW asal Kabupaten Indramayu, selain gaji belum dibayar, 10 tahun disekap majikannya dan hingga kini tidak bisa pulang, Kendati sudah lapor dan minta bantuan ke berbagai pihak namun hingga kini belum ada hasilnya. Awal kejadiannya, Surti Bt Warjan (29) warga Dusun Janggar Desa Ujunggebang Kecamatan Sukra Kabupaten Indramayu, tanggal 19 September 1999 berangkat bekerja menjadi TKI ke Negara Riyadh melalui PJTKI PT. Pirhada Jaya yang beralamat di Jln. Petamburan V No.21 Jakarta Pusat 12060, Tlp.021.5747863. Fax.021.5720512 dengan No Paspor. AB.466045 dan No Visa.1/1522006.

Setelah 8 bulan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di majikan yang bernama Suylaiman Al Asmari dengan dibayar penuh sesuai haknya, Surti Bt Warjan kemudian dipindahkan ke majikan baru yang bernma Hatem Al Muawalad dengan alamat masih di Riyadh. Dari sejak majikan yang ke dua itulah Surti hngga kini tidak bisa pulang walaupun masa kontrak kerjanya sudah habis. Dan tentu saja, kasus yang paling menghebohkan sekaligus menyayat hati adalah apa yang menimpa buruh migran asal Indramayu: Ruyati, Ia dihukum pancung di Arab Saudi karena dituduh melakukan pembunuhan.

Permasalahan lain yang juga sering muncul adalah (dalam beberapa kasus) walau tujuan menjadi buruh migran adalah untuk mengubah nasib menjadi lebih sejahtera, ternyata perubahan nasib itu tidak terjadi. Seringkali, walau mereka sudah mengorbankan banyak hal, para buruh migran tidak bisa memiliki tabungan yang cukup yang bisa dipergunakan untuk menata hidup yang lebih baik di kampung halaman. Kasus yang sering terjadi, uang yang dikirim oleh para buruh migran perempuan kepada suami atau keluarga mereka di kampung, ternyata tidak dikelola dengan baik atau malah dihambur-hamburkan.

Secara keseluruhan, TKI asal Indramayu yang bermasalah di luar negeri ada sekitar 83 kasus dan yang sudah mendapatkan penanganan dari pemerintah untuk tahun 2010 ada 74 kasus dengan jenis kasus meninggal dunia 9 kasus; gaji tidak dibayar 15 kasus; putus komunikasi 40 kasus; diperlakukan tidak manusiawi 6 kasus; bekerja tidak sesuai job 5 kasus; PHK sepihak 2 kasus; dipulangkan karena sakit 2 kasus; pelecehan seksual 3 kasus dan lain-lain 1 kasus. Kejadian kasus-kasus tersebut terjadi di Negara Kuwait, Yordania, Abu Dhabi, Arab Saudi, Syiria, Bahrain, Taiwan dan Malaysia. (ED)